Selasa, 05 Desember 2017

JINGGA

“JINGGA”

Oleh: Hariyati
Genre: Romantic
Senja Terluka
Jingga, perlahan matahari bergeser kebagian bumi lain. Hampir gelap, tapi mata masih bisa melihat jelas mengamati sekitar.
30 km/jam kira-kira kecepatan sepeda motor yang dikendarai sepasang kekasih senja itu, tampak seorang Gadis duduk menyamping dengan baju gamis sepadan dengan hijabnya menambah keanggunannya, tangannya memegang erat kedua belah pinggang Pemuda itu dengan dagu disandarkan dipundak, tampak senyum bahagia diwajah Gadis itu menambah keromantisan senja itu.
Aku melihat dengan kedua mataku menyaksikan keromantisan yang terjadi dihadapanku. Dan sangat jelas, bahwa apa yang aku lihat mampu merobek hatiku dengan hebat. Kamu, iya Kamu. Siapa Dia? Lantas masih pantaskah aku bertanya siapa Dia? Bukankah Kamu bukan siapa-siapaku. Aku mencintaimu, bahkan sejak dulu. Sejak kita masih menggenakan seragam putih abu-abu, masihkah Kau marah padaku? Tolong lepaskan tanganmu di pinggangnya! Tolong beri jarak dagumu dengan pundaknya! Ku mohon! Aku sangat terluka.
Tiada kata yang mampu menggambarkan begitu terlukanya Aku senja itu. Ku lihat Gadis yang Aku cintai bersama orang lain. Ingin rasanya Ku hantam pemuda itu, namun siapa Aku? Hanya Pemuda pecundang yang iri dengan kebahagian orang lain. Hingga akhirnya senja Ku biarkan tertutup oleh gelap menutup perasaan sakit begitu hebat.









Jangan Bahas Dia Lagi
***
“Bara, bengong aja lo dari tadi. Emang lo liat apa di gedung itu?”. Tepuk Kinan tepat dipundakku sontak saja Aku terkejut tersadar dari lamunan.
“Apaan sih lo Nan”. Jawabku sedikit kesal.
“Habis lo dari tadi liat kearah gedung itu mulu, jangan-jangan...”.
“Jangan-jangan apa? Lo jangan yang gak-gak lah”. Aku semakin kesal.
“Nah, jangan-jangan bener lo masik belum bisa move on dari Gadis itu”. Ungkap Kinan yang membuat mood ku semakin buruk.
“Gila lu”. Jawabku singkat dan melongos pergi meninggalkan Kinan.
“Ehh, Barrrr lu mau kemana? Kok gue jadi ditinggal”. Teriak Kinan padaku yang terus saja berjalan meninggalkannya, Kinan berlari mengejarku.
“Oke, Gue minta maaf deh. Gue gak akan bahas dia lagi”. Ungkap Kinan berusaha mengimbangi langkah kakiku yang semakin cepat.
“Oke-oke, biasa aja kali”. Ku jawab sambil ketawa.
Siang itu tampak begitu teriknya, matahari kelihatan enggan berkedip. Aku dan Kinan berjalan naik kearah tangga menuju kearah lantai tiga. Siang itu mereka ada mata kuliah Akutansinya Pak Dodi. Hari itu hari pertama Aku dan Kinan masuk jam kuliah disemester tiga mata kuliah Pak Dodi yang terkenal dengan kedisiplinanya, salah satunya Ia paling tidak suka dengan Mahasiswa terlambat. Setelah beberapa jam, akhirnya kami pun keluar kelas dengan wajah tampak telah selesai melewati masalah besar. Maklum saja baru pertama masuk sudah belajar serius.
“Bara”. Sapa seorang gadis dari belakang Aku dan Kinan yang sedang berjalan ingin turun.
“Ia,”. Sontak menghentikan langkah kaki Kami berdua dan menoleh dengan kompaknya.
“ Kamu gak ada jam lagikan Bar?”. Tanya Sila.
“Enggak, emang ada apa Sil?”. Jawab Ku dan membuat Aku kembali bertanya.
“Temenin Aku ke kantik yuk”. Ajak Sila penuh harap.
“Emmm, begini Sil. Bukannya aku gak mau, tapi aku udah janji sama Kinan mau buat tugas kelompok”. Jawabku bohong sengaja mencari alasan agar bisa menghindari Sila.
“Ehh,..”. Kinan ingin berbicara tapi cepat-cepatku sambar.
“Yakan Nan”. Ungkap Ku sambil menginjak perlahan kaki Kinan atau memberi kode agar Kinan mengerti apa maksudku.
“Iiii-ya-iya”. Jawab Kinan terbata-bata.
“Oh, yaudah”. Jawab Sila tampak kecewa.
“Maaf ya Sil, Aku duluan”. Ku jawab dan melongos pergi.
Aku pun mempercepat langkah kaki menuruni anak tangga dan didiikuti Kinan yang berusaha mengejar. Hingga di parkiranpun Kinan membahas kejadian yang baru saja terjadi.
“Barrr, tunggu dulu!”. Kata Kinan menghentikan langkah kakiku.
“Kenapa Nan?”
“Loh itu kenapa sih? Lo itu begok atau gimana sih. Lo diajak cewek secantik Sila lo nolak gitu aja, ibaratnya lo diajak bidadari dari surga tapi lo gak mau”. Ungkap Kinan kesal.
“Lo ngomong apa sih?”. Jawab Ku santai.
“Ia lo itu gak sadar apa kalau Sila itu suka sama lo, tapi lo itu kayak gak pernah respon kalau Sila ngomong ama lo”. Lanjut Kinan.
“Udahlah ngapain dibahas”.
“Gak usah dibahas gigi lo, ini nih yang gak gue suka dari lo. Lo itu gak bisa liat ke depan, lo itu gak mau bangkit dari masa lalu yang seharusnya gak perlu lo ingat lagi”. Ungkap Kinan semakin kesal.
“Udah?”. Jawabku bertanya.
“(Kinan bingung melihat Ku)”
“Udahkan. Elo gak akan pernah ngerti apa yang Gue rasain, Lo enggak akan pernah ngerti apa artinya cinta, dan Elo gak akan pernah ngerti apa artinya penyesalan”. Ungkapku begitu mendalam.
“Ia Gue ngerti...”
“Enggak, Lo akan pernah ngerti. Lo gak akan pernah ngerti rasanya setiap hari ngerasa bersalah udah ninggalin orang yang Elu cinta tanpa alasan”. Potongku.
“(Kinan terdiam)”.
“Ayok pulang!”. Mereka pun pulang selesai perdebatan penuh drama.


Kamu Datang Lagi
Bayangan itu masih menghantuiku, bayangan masa lalu yang hingga sekarang belum ada akhir untuk bisa dilupakan. Meskipun saat ini Gadis yang Ku maksud telah bahagia bersama orang lain, lantas bukan berarti bagi Ku selasai sampai disitu. Ada keyakinan dibenak Ku bahwa suatu saat Aku bisa memperbaiki kesalahan di masa lalu. Hujanpun semakin deras, membuat suasana hati manusia manapun sensitif akan kondisi apapun yang terjadi malam itu.
Rindu, terkadang menghampiriku. Bisa apa? Harus bagaimana?. Namun malam itu Tuhan mendengar gunda gulana seorang Pemuda malang sepertiku. Sosok Gadis itu hadir meski hanya dalam dunia maya sekalipun. Ponselku bergetar, tampaknya sebuah pesan telah masuk. Segera cepat-cepat aku membukanya.
“Rindu”. Pesan singkat yang membuat Aku memikirkan ribuan pertanyaan atas alasan apa yang gadis itu punya untuk menjelaskan pesan yang dikirimnya.
“Maksudnya?”. Balasku.
“Rindu sosok yang selalu hadir, rindu sosok yang selalu setia menemaniku disaat aku tak bisa memejamkan mataku dimalam hari, rindu sosok yang selalu sigap menelfon jika kukatakan aku ingin mendengar suaranya, aku rindu semua itu”. Ungkap Gadis itu.
“Kamu salah kirim ya?”. Balas Aku yang tidak percaya kalau kata-kata itu ditujukan buatku.
“Enggak, aku gak salah kirim”. Jawab Gadis itu.
”Terus?”. Jawabku.
“Aku rindu kamu Bara, aku rindu semua tentang kamu”. Ungkap Gadis itu.
“Terus dia?”. Tanyaku.
“Aku rindu Kamu, bisa gak sebentar aja kita gak usah bahas Dia!”. Kata gadis itu.
“Kamu gak boleh gitu! Dia milik kamu sekarang bukan aku lagi, kamu gak boleh rindu aku”. Jawabku seolah-olah bijak padahal Aku lebih sangat merindukannya.
 “Sudah cukup Bara!, aku gak ngerti sama kamu. Kenapa kamu semakin lama semakin ngejauh dari aku? Aku tau aku sudah milik orang lain, tapi bisakan malam ini aja aku ingin jujur kalau aku rindu kamu. Dan kamu bisakan sedikit aja ngurangi rasa rinduku?”. Pinta Gadis itu.
“Maafin aku”. Jawabku.
“Kita bisa ketemu?”. Tanya Gadis itu.
“Maaf gak bisa”. Balasku.
“Ayolah!”. Ajak Gadis itu memohon.
“Maaf”. Balasku bermaksud menghindari pertemuan dengan Gadis itu.
“Please, sekali aja”. Gadis itu memohon.
“Gak bisa”. Jawabku singkat.
Gadis itu tak membalas lagi karena kesal denganku. Sejujurnya Aku ingin sekali bertemu denganmu. Tapi Aku takut, takut akan tumbuh perasaan itu lagi seperti dulu. Karena Aku tau kini Kau itu milik orang lain. Butuh waktu bertahun-tahun buatku untuk membiasakan diri agar terbiasa tanpamu, Aku tak ingin hanya dengan waktu satu hari bisa menghancurkan segala apa yang kuusahakan untuk melupakanmu. Cinta, Aku memang benar masih mencintaimu. Bahkan perasaan itu bisa tumbuh lebih besar dari sebelumnya. Tapi justru itu yang Ku hindari, Aku tak ingin jatuh terlalu dalam lagi.




Tak Bermaksud Mencari Lagi
Masih Tetap Kamu Dihati
***
Jam menunjukkan pukul 13:30, suasana aulapun tak seramai beberapa jam yang lalu, semua orang telah meninggalkan acara yang telah selesai. Tinggallah sekerumunan Gadis yang kebetulan satu organisasi denganku, lalu Aku menghampiri sekerumunan Gadis itu.
“Makan yuk!”. Aku mengajak seorang gadis yang sedang duduk dengan teman-temannya.
“Makan?”. Tanya Ify yang bingung tiba-tiba Aku mengajaknya.
“Iya, tadi katanya lapar”. Jawabku.
“Iya sih, tapi...”.
“Ayok! Aku tlaktir”. Potongku.
“Beneran nih?”.
“Ia bener, ayok!”. Ajakku.
“Tunggu-tunggu!, aku curiga dalam rangka apa kamu ajak makan aku”. Tanya Ify semakin heran melihat Aku yang tumben-tumbenan ngajak dirinya makan.
“Ayok! Ikut aja”.
“Jawab dulu”.
“Aku pengen aja makan bareng Kamu”.
Ify hanya terdiam mengikuti kearah sepeda motorku dan Aku pun  pergi menuju kantin dan memesan sesuai selerah. Tak lama kemudian datang teman-temanku menghampiri Kami berdua.
“Cieee, yang makan berdua, akhirnya udah bisa move on juga lo Bar”. Ejek teman-temanku.
“Apaan sih kalian nih, ngomong ngaco”. Jawabku kesal.
“Kalau ia juga gak papa Bar, kami senang lihatnya”.
“Kalian pergi sana! Kalian kemari buat mood Gue rusak aja”. Aku terlihat sangat marah.
“Ciee, gitu aja marah sih Bara nih”. Teman-temanku semakin menggodaku yang semakin kesal. Sementara Ify hanya tersenyum-senyum malu mendengar apa yang dikatakan teman-temanku.
Hari itupun berlalu, secepat mata mengedipkan kedua kelopaknya. Tak sedikitpun rasa yang terasa dihatiku, sekalipun siang itu Aku menghabiskan waktu dengan gadis cantik yang diidolakan banyak pemuda di kampusku. Namun hatiku hanya untuk satu orang, yang belum bisa Ku gantikan hingga kini dan mungkin sampai nanti.
Sabtu malam minggu, hujan di malam hari dan waktu tengah malam. Jariku mengetik ponsel dengan lincahnya seolah-olah dituntun adanya teks dihadapanku. Kalimat demi kalimat tertuangkan dalam pesan singkat itu, sebuah paragraf rindu berharap bisa melegahkan hati setelah mengirimnya. Namun apa yang terjadi tanganku terhenti, setelah Ku ingat bahwa pesan yang ingin Aku sampaikan tak lagi penting. Untuk apa Aku menulis kalimat rindu buat kekasih orang, Aku sadar bahwa apa yang Aku lakukan ini salah. Rasanya ingin sekali Ku lempar ponsel yang Aku genggam kedinding agar bisa meringankan beban hatiku malam itu.
“Kau tau setiap malam. Bukan, bukan malam saja tapi setiap hari rindu ini tak pernah berkurang. Ingin sekali kutemui dirimu memeluk tubuhmu untuk melepas rinduku. Nanti, nanti Aku janji akan mendatangimu lagi. Bertanya sekali lagi apakah Kau mau kembali? Tapi nanti, ku kumpulkan keberanianku sebesar gunung dulu. Janji, iya Aku janji.”


Tiga Tahun Sudah Berlalu
Tak terasa waktu cepat berlalu, tiga tahun cukup merubah keadaan siapapun. Dan kini Aku bukan lagi Mahasiswa dengan segudang tugas. Kini Aku seorang Pegawai Negeri sipil disalah satu kantor pemerintah di tempat Ku tinggal dan sekaligus seorang pengusaha muda pemilik salah satu usaha sebuah cafe kopi yang biasa menjadi tempat tongkrongan anak-anak muda. Hari-hariku selalu sibuk dengan bekerja, bahkan Aku jarang punya waktu untuk memikirkan diriku sendiri salah satunnya tentang pendamping. Pagi itu hari minggu, meskipun hari itu Aku libur tapi Aku tak pernah membuang waktuku hanya untuk bersenang-senang. Aku lebih senang memanfaatkan waktu liburku untuk mengontrol usahaku.
“Barr, lu itu gimana sih weekend begini malah sibuk kerja. Bukannya santai dirumah atau jalan kemana gitu, syukur-syukur nemu jodoh”. Ucap Kinan sahabatku sejak kuliah dulu yang kebetulan datang ke cafeku pagi itu.
“Eluh ah Nan, malas Gue”. Jawabku singkat.
“Inget umur Bar, emang sih belum tua-tua amat tapi kan Elu udah mapan untuk nikah, apa lagi yang Elo cari Bar-bar”. Jelas Kinan.
“Nikah-nikah terus yang Elu omong dari tadi, lu kira nemu calon istri itu kayak beli gorengan tinggal tunjuk aja langsung dapat”. Tegasku.
“Gadis mana cobak yang gak mau dengan seorang Bara Putra Mahendra seorang PNS sekaligus pengusaha muda ditambah lagi wajah lu itu lumayan ganteng, gue rasa semua cewek mendambakan pemuda kayak lu Bar. Kecuali kayak gue umur segini masih pengangguran, terus cuma punya tampang pas-pasan lagi”. Jawab Kinan memujiku.
“Ah, lu Nan berlebihan. Belum tentu orang macam Gue bisa mendapatkan segalanya, buktinya Gue gak bisa dapet orang yang Gue suka”.
“Tunggu-tunggu! Jangan bilang Elu masik ngarep sama Nina”. Ujar Kinan.
“Eummh, udah gak usah dibahas lagi”. Jawabku mengalihkan pembicaraan.
“Jadi bener?”. Tanya Kinan.
“Ahh, enggak lah”.
“Lu bohong Bar, lu masik ngarep sama Nina gadis masa lalumu kan ?”.
“Ngarep doangkan gak papa”. Jawabku dengan sepontan.
“ Kan bener tebakan Gue, emang lu udah pernah ketemu dia lagi? Emang lu tau keadaan dia sekarang?”. Tanya Kinan.
“Itu sih yang Gue gak tau. Terakhir sih Gue ketemu dia tiga tahun yang lalu, Elu pun tau kan waktu itu aku ketemu Dia dan Dia udah punya orang lain”. Jelasku
“Itukan udah lama bar, mungkin dia udah nikah sekarang mungkin lagi udah punya anak”. Jawab Kinan.
Aku hanya diam dengan wajah tampak orang yang putus asa. Waktu telah melewati periode tiga tahun dan itu bukanlah waktu sebentar untuk merubah keadaan seseorang dan Aku juga berfikir mungkin Nina bukanlah seperti yang dulu.




Senja Hampir Saja Membunuhku
Ntah berapa abad Aku lewati, ntah berapa senja Aku lihat jingga berganti gelap. Namun rindu ini rasanya masih selalu sama sakit tersayat belatih tumpul, luka tak berdarah. Kau disana, apakah kau masih sama? Sepertiku, sendiri menunggumu. Setiap senja kearungi berharap melihatmu lagi, tapi tidak bersama dengan dia.
Dan sekali lagi harapanku dijamah oleh Tuhan, langit begitu gelapnya seakan butiran air yang telah besarang tak sabar ingin segera mencium bumi. Semua orang buru-buru melajukan sepeda motornya agar segera sampai pada tujuannya. Tapi lain halnya denganku, Aku sangat nikmati tiap momentum detik-detik turunnya hujan dengan hembusan angin yang menusuk tulang-belulangku. Sepeda motor yang Aku lajukan sangat perlahan kukendarai, hujanpun mulai turun menyerbu tubuhku bertubi-tubi. Sedikit terhambat tatkalah Aku sedang menikmati hujan, jalanan sedikit padat membuat kemacetan yang begitu panjang, suara telekson kendaraan membuyarkan suasana menjadi gaduh tak karuan, hampir 30 menit Aku berhenti menunggu kendaraan lain maju dihadapanku. Tak sengaja mataku berkeliaran bebas, Aku menoleh kearah kananku dan melihat pemandangan yang kurindukan selama ini, hanya berselang dua kendaraan disebelahku, Aku melihat seorang Gadis mengendarai sepeda motor berwarna putih metic dengan helm berwarna coklat kulit dan sangat jelas kalau Aku sangat mengenalnya. Kali ini gadis itu sendiri tak ada yang menemani, akan tetapi Gadis itu tak menoleh kemanapun ia menatap lurus sehingga tak melihat bahwa masa lalunya ada disebelahnya. Lampu merah telah berganti hijau semua pengendara mulai menancapkan gas sepeda motornya begitu juga dengan Gadis itu. Saat Aku ingin mengejar Gadis itu, tiba-tiba saja mobil yang ada didepanku mogok dan menghambat lajuku, lampu merah kembali hidup. Ya Tuhan kesempatan itu hilang, rindu yang menyesakkan dada semakin menggebu menghambat paru-paru dan jantung bekerja, rasa sakit kehilangan kembali terasa hampir saja senja itu membunuhku di tengan hujan.



Pertemuan Seperti Itu Tak Pernah Kuinginkan
Niatku tulus, memperbaiki kesalahan yang pernah Ku torehkan. Aku bawah seikat bunga, seikat maaf bahkan telah kuselipkan niat baik untuk mengikatmu selamanya. Aku berharap malam ini Kau menyambutku dengan lapang dada dengan senyummu yang pernah membuatku jatuh cinta. Malam ini niatku kokoh, niatku membuatku bersemangat dengan percaya dirinya.
Sepanjang perjalanan kurafalkan kata-kata yang sudah ku rangkai sejak lama, Aku tak ingin membuat kesalahan lagi bahkan sekecil apapun. Aku putar lagu-lagu romantis dari dalam mobilku, tersenyum seolah-olah aku manusia paling bahagia malam itu. Kira-kira seperti itulah bagaimana Aku sangat mendambakanmu lagi.
Kini sampailah tujuanku, jantungku semakin berdebar-debar. Aku penasaran bagaimana Kau akan menyambutku. Saat kulangkahkan kakiku kearah rumahmu, aku sangat terkejut betapa ramainya orang dirumahmu. Ku lihat satu persatu raut wajah orang-orang yang ada disekitar rumahmu tak sedikitpun tampak raut kesedihan, Aku menoleh kanan dan kiri, melihat sekitar rumahmu apa ada bendera warna kuning barang kali kau atau keluargamu ada yang meninggal meskipun hal itu tak pernah ku harapkan. Aku tak buru-buru masuk kedalam, kuberanikan diri bertanya pada orang-orang yang ada disekitar rumahmu.
“Assalamualaikum, permisi Bapak Ibu disini sedang ada acara apa ya?”. Tanyaku dengan sopannya.
“Ohh, ini ada acara tunangan anak Gadisnya Bapak Fahriansah, Kamu siapa nak? kamu temannya?”. Sontak jawaban itu sangat mengejutkanku, karena aku tau Nina adalah anak satu-satunya dikeluarga itu, air mataku turun sangat derasnya, hingga aku tak sadar orang-orang disekitarku melihat dengar herannya.
“Kamu kenapa nak? Kamu tidak apa-apa?”. Tanya seorang Ibu-ibu.
“Gak apa-apa buk. Saya permisi Assalamualikum”. Aku segera pergi dari tempat itu tanpa sempat memberi kata selamat pada gadis yang sangat Aku cintai.
Malam itu Aku sangat hancur, Aku tak berdaya. Ku tebas kecepatan mobilku dengan hebatnya. Aku masih tidak percaya dengan apa yang Aku lihat, Aku terluka. Aku tak pernah menangis tapi malam itu air mataku sepertinya tak bisa terbendung lagi. Aku tak pernah menginginkan pertemuan seperti ini, aku benci segalanya. Sekali lagi kau membunuhku, tapi kali ini kau bunuh Aku dengan sadisnya.
Seandainya Kau tau niat baikku, seandainya aku tak seterlambat ini. Sekarang bagaimana Aku melanjutkan hidupku lagi, Aku tau aku sangat salah membiarkanmu dulu pergi. Sekarang kau miliknya, Aku tak bisa memilikimu lagi. Aku sadar Aku harus menerima kenyataan, tapi seikhlas apa sih yang bisa dilakukan orang yang patah hati.










Kota Baruku
Setelah hampir satu minggu aku mengurung diri dikamar, Aku sadar aku telah mengabaikan segala aktivitasku. Sudah seminggu aku cuti, sudah seminggu aku tak melihat caffeku. Aku sadar aku gak bisa terus-terusan begini, aku beranjak dari tempat tidurku, wajahku yang berantakan kuhadapkan kearah cermin sedikit demi sedikit aku berusaha menuntun bibirku tersenyum.
Pagi itu aku mulai pergi kekantor. Aku mulai melakukan segala aktivitasku, ku kuatkan diri agar bisa menerima kenyataannya. Tapi tetap saja Kau belum hilang sepenuhnya dari kepalaku, sesekali aku menarik nafas kalau aku tak perlu memaksamu pergi dari kepalaku sekali lagi aku tersenyum untuk menghibur diri.
Siang itu Aku mendapat kabar baik bahwa aku naik pangkat. Aku senang tapi tetap saja kejadian seminggu yang lalu masih saja melukai hatiku, dan kenaikkan pangkatku mengharuskanku bertugas di keluar kota. Aku tak menolaknya, ku fikir dengan jarak bisa membuatku cepat melupakannya. Tak menunggu waktu lama sore itu juga Aku langsung berkemas-kemas untuk kepindahanku dan malamnya aku berangkat menggunakan pesawat.
“Hati-hati ya Barr..”. Kata Kinan sahabatku yang mengantarku kebandara. Aku memberi tanggungjawab pada Kinan sahabatku, aku memberinya pekerjaan di caffeku untuk mengolahnya.
Ku tinggalkan hatiku dikota kecil itu. Semoga Kau bahagia, Aku pun ditempat baru mencoba bahagia. Kau yang pernah ada, aku tak membencimu.




Terimah Kasih Untuk Kamu Yang Pernah Ada
Terimah kasih buatmu yang pernah ada, Aku masih memikirkanmu bahkan Aku masih mencintaimu. Tapi Aku yakin setelah berjalannya waktu nanti perlahan Aku akan dipertemukan orang lain. Kau ingat pertama kali kita bertemu, Kau dulu juga masih punya orang lain bukan. Hingga pada suatu hari kau dikecewakan olehnya, lalu akupun hadir  menjadi seseorang yang selalu menemanimu. Siang malam Aku selalu ada buatmu, selalu menghapus air matamu, selalu menoreh senyum diwajahmu, dan sampai akhirnya Kau berhasil melupakannya.
Kau ingat pertama kali kita saling jatuh cinta, Aku cemburu Kau dengan orang lain padahal Kau hanya menganggapnya teman. Aku juga ingat betul saat Kau cemburu denganku Kau memang pintar, pintar menyembunyikannya dariku. Tapi Aku tak kala cerdik, Aku bisa melihat kecemburuanmu dari balasan-balasan pesan singkatmu yang menggambarkan bahwa Kau sedang cemburu denganku.
Dan ingatkah Kau lagi pertama kali Aku menyentuh tanganmu, itu tepat di hari ulang tahunmu. Aku memberikan ucapan selamat dihari ulang tahunmu, lalu Kau genggam erat tanganku hampir saja jantungku berhenti berdetak kala itu. Kau ingat juga, hari itu juga pertama kali Kau berdoa untukku, didepan sebuah kue ulang tahun Kau berdoa untuk hubungan kita agar Aku tetap menjadi manusiamu, manusia yang selalu ada untukmu. Aku sangat bahagia malam itu begitu juga denganmu.
Aku sangat ingat, saat kita bertengkar kecil dengan hal-hal kecil. Padahal kita berdua hanya takut kehilangan. Aku sangat ingat saat kita bertengkar Kau dan Aku sangat tahan tak saling memberi kabar berminggu-minggu bahkan sampai berbulan, kita berdua sangat sanggup memendam rindu begitu besar karena satu hal, yaitu gengsi. Kau pernah bilang padaku, “Apapun yang terjadi kamu jangan pernah tinggalin aku”. Dan aku bilang padamu “ Enggak akan pernah, ini janjiku”.
Saat itu meskipun kita dipisahkan jarak, kita tetap saling memberi kabar saling menjaga hati. Tapi entah kenapa saat itu jarak membuatku sangat takut kehilanganmu, sering kali aku cemburu tanpa alasan. Dengan kecemburuanku Aku sering kali mengajakmu bertengkar tanpa alasan yang tak pernah Kau tau, aku cemburu tapi Aku tak pernah jujur padamu kalau Aku cemburu. Selalu diam, memendam kecemburuanku. Hingga pada akhirnya ketakutanku membuatku bertindak tak masuk akal, Aku memutuskan meninggalkan mu tanpa sebab. Karena Aku tak tahan setiap hari Aku cemburu dan tak bisa kukatakan padamu. Jarak pada saat itu membuatmu sangat kecewa padaku, bertahun-tahun Kau menungguku tak pernah ada kabar. Hingga pada akhirnya Kau menyerah dan kembali melanjutkan hidup. Kau bertemu orang lain, seperti pertama kali kita bertemu sekarang kau milik orang lain lagi. Mungkin sekarang Kau telah melupakanku dan hidup bahagia bersamanya.
Di senja ini, langit berwarna jingga. Dengan tenggelamnya matahari akan menciptakan kegelapan. Tapi aku percaya setelah kegelapan akan ada terang yang indah. Aku berjanji suatu saat jika hati ini terisi lagi Aku tak aka mengecewakannya seperti yang lalu, Aku tak akan membiarkan Dia jatuh kepelukan orang lain lagi.
Terimah kasih buat kamu.....

Selesai.