Rabu, 21 November 2018

Aku Ingin Hidup Tenang

Aku ingin hidup tenang, di ujung keindahan...
Tanpa unsur kebencian...
Tanpa unsur saling menjatuhkan...
Tanpa unsur politik tak sehat...
Aku ingin hidup tenang, di kota kecil nan menyejukkan...
Senyum bertebaran di penjuru tempat, sapaan ramah nan sopan mengademkan hati..
Aku ingin hidup tenang, tanpa merebut kan harta dan tahta...
Aku ingin hidup tenang, menghabiskan malam di taman kota dengan alunan musik penyejuk hati...
Aku ingin hidup tenang, kelak bersama keluarga kecilku...
Itulah impian ku.

Sabtu, 18 Agustus 2018

Tentang Percakapanku Dengan Tuhan Diawal Tahun Lalu

Ketika kita mencintai, hal utama yang selalu di pegang adalah keihklasan, mencintai dengan dewasa, mencintai dengan sehat.
Jika jatuh cinta bisa dikendalikan, Aku akan membuat hati ini tidak jatuh cinta dulu. Aku akan memilih jatuh cinta ke hati yang tepat. Akan tetapi nyatanya, cinta itu buta. Tidak bisa melihat saat ingin menjatuhkan hati.
Di ulang tahunku awal tahun lalu yang ke-21, Aku sempat berdoa dengan Tuhan. "Aku membuka hati di tahun 2018 ini, untuk siapa pun yang datang Aku menunggunya" begitu kira-kira percakapanku dengan Tuhan malam itu.
Aku tidak pernah mengira, Tuhan sangat serius menanggapi doaku saat itu, tiba-tiba saja Dia membuat semuanya tampak mudah. Pertama, Ia menghilangkan ingatanku dengan masa lalu yang bertahun-tahun Aku harapkan segera bisa melupakan kisah yang mengurus hati itu. Dan selanjutnya Ia mempertemukan ku dengan seseorang yang Aku fikir itu tidak mungkin membuat ku bisa jatuh cinta sedalam ini hanya dengan suaranya.
Kenapa ya Tuhan, Kau tak henti-hentinya menjebakku dengan cinta yang semu, cinta yang tidak mungkin Aku gapaiπŸ˜–. Cinta apa ini ya Tuhaaannn πŸ˜₯.

Selasa, 14 Agustus 2018

Dilema Pertama Kali Pacaran

Ketika dulu semua orang mengolok-olok dengan kata-kata jomblo rasanya sih biasa aja meskipun agak-agak gimana gituπŸ˜…. Tetep aja saya menikmati rasanya kebebasan yang seutuhnya, dari mulai bebas chat dengan siapa saja, buat status mengenai apa aja, jalan kemana aja tanpa harus ada laporan.
Sekarang ketika orang gak nyebut lagi dengan kata jomblo rasanya seneng, tapi senengnya sebatas huhhhh, akhirnya gak jomblo lagi 😌, itu aja sih. Yang dikira pacaran bisa membawa hidup seperti orang-orang nyatanya orang-orang itu hanya bahagia di luar doang dalamnya mah ngerasa terkekang juga. Contoh nya aja, yang dulunya chat bebas sama sapa aja sekarang mah harus di batasi, bayak ditanyak-tanyak hari ini chat siapa aja cobak capture kirim ke aku πŸ˜’. Trus lagi masalah story di sosmed yg biasa bebas, ini mah harus hati hati buatnya, kalau bertentangan dengan hubungan akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dan kecurigaan gak jelas misalnya aja, lu buat kata "Lelah" si doi bakal tanya "lelah kenapa?lelah sama hubungan ini?" Dan pas lu bilang "bukan kok sayang, lelah fisik aja" lu akan di tuduh bohongπŸ˜”. Saat lu ingin pergi, lu akan merasakan saat-saat yang agak mainstream 😰 atau seperti lapor ke pak RT πŸ˜‚ yang bacaan nya tamu wajib lapor, tapi ini agak di ganti pacar wajib lapor πŸ˜’. Pas lu laporan bakal ada banyak pertanyaan, mau kemana? Sama siapa? Tempat nya jauh gak? Pulang jam berapa? Yang lebih parahnya nanti kalau udah Sampek tempatnya Pap ya sayang disana sama sapa-sapa ajaπŸ˜–.
Ketika awal jomblo lu berfikir kalau pacaran itu ada yang merhatiin, peduliin, terus ada yang sayangi. Seketika itu pas lu udah jalani rasanya pacara lu akan berfikir kenapa dulu saya pacaran πŸ˜” dan lu akan merindukan masa-masa jomblomu.
 Akhirnya mau gak mau lu harus ngejalanin hubungan yang udah lu bangun sampai diantara keduanya bisa saling mengerti dan menerima satu sama lain. ☺️

Sabtu, 19 Mei 2018

"KAU & NEGERI DI ATAS AWAN"



Oleh: Hariyati

Waktu itu, yahh 3 tahun yang lalu. Aku ingat betul setiap menjelang malam Aku duduk diatas balkon menikmati pemandangan luar biasa. Orang-orang biasa menyebut kota itu adalah Negeri di atas Awan. Aku ingat, saat itu Aku dibatasi oleh jarak yang selalu menambah rindu. Saat itu Kau selalu bertanya "Kapan kembali?".
Seperti biasa Aku berusaha meyakinkanmu Aku pasti pulang. Kau katakan, jika Aku pulang kita akan menghabiskan waktu bersama. Kau bahkan menentukan jenis tranportasi apa yang akan kita gunakan untuk liburan kita, jika Aku pulang nanti. Kau berkali-kali menanyakan bulan dan tanggal, seolah Kau tak sabar menantikanku pulang. Sempat Aku tersenyum sendiri melihat Kau tiba-tiba marah saat ku katakan Aku akan pulang tahun depan. Bagaimana tidak Aku menggelengkan kepala melihat tingkah lucumu itu. Kau pasti sudah tau bukan, bahwa saat itu bulan Desember dan sudah pasti jika Aku pulang bulan depan tahun juga akan berganti dan tak salah jika Aku katakan Aku akan pulang tahun depan. Saat itu Kau tetap saja ngeyel tak membolehkanku mengatakan jika Aku akan pulang ditahun depan. Katamu tahun depan itu waktu yang sangat lama, sekalipun waktu berada di detik-detik berganti nya tahun.
Berkali-kali Kau mengatakan hal yang sama setiap harinya, seolah pagi adalah waktu yang Kau tunggu setiap harinya.
Namun kenyataan lain, Aku melihat Kau foto bersama orang lain dimalam tahun baru. Entah siapa Dia, Aku tidak ingin bertanya tentang Dia. Aku hanya ingin pergi dari hidupmu malam itu, tidak perduli penjelasanmu dan tidak ingin mengenalmu. Kau berusaha mencari tau kabarku tentang mengapa tiba-tiba saja malam itu Aku menghilang, tentang mengapa tiba-tiba saja malam itu ponselku tidak bisa dihubungi. Aku tau dibenakmu banyak beribu pertanyaan tentangku, tetap saja Aku memilih pergi.
Setidaknya, setelah peristiwa itu Aku mempunyai alasan untuk tidak kembali. Walaupun pada akhirnya Aku tidak bisa menolak takdir, 1 tahun kemudian Tuhan mempertemukan kita entah untuk alasan apa. Dan Aku fikir perasaan tidak lagi sama, namun tetap saja ada.
Kita bertemu ditempat yang sama dengan keadaan yang berbeda. Rasanya Aku ingin pergi lagi untuk mengindarimu, ketempat yang lalu yang orang sebut "Negeri di atas Awan" disana tak kutemukan manusia seperti dirimu, meskipun Aku tau jauh darimu Aku merasa rindu. Dan yang harus Kau tau Aku bukan manusia yang mampu mengontrol cemburu yang baik.

Sabtu, 31 Maret 2018

Kenyataannya Harus Pergi


Kenyataannya Harus Pergi
 
Sudah berulang kali Aku berusaha menyadarkan diri, bahwa Aku bukan apa-apa. Namun, tetap saja cemburuku mampu mengoyak sebongkah benda di dalam dada (hati). Sudah seringku meyakinkan sadarku, bahwa kedekatan yang terjadi jangan pernah tumpahkan harapan. Aku terlena benar tak sadar bahwa sejak lama Aku telah menaruh harap padanya. Aku tak mengerti, Aku bukan bodoh hanya saja Aku tak tau lagi menyebut diriku lebih dari kata bodoh.
Mengapa? Hanya padamu Aku bisa menjatuhkan hati. Aku tau hatiku tak pernah bisa Kau tampung, dan tetap saja Aku suka menjatuhkan hatiku berkali-kali. Kau tau seberarti apa Kau untukku? Aku bisa menjadi apapun untukmu, memberikan waktu sebanyak apapun untukmu. Tapi maafkan Aku, Aku tak berdaya jika dihadapkan dengan patahnya hati. Aku tak bisa melihatmu dengan manusia lain, berkali-kali Kau menjelaskan bahwa makhluk itu bukan apa-apa dan berkali-kali hatiku terhantam hebat. Sadarnya Aku, Aku bukan siapa-siapa yang tak boleh menginginkan apa-apa darimu. Aku hanya manusia yang tak sengaja singgah dan kebetulan sedikit lama menetap, pada akhirnya Tuhan menitipkan rasa nyaman hingga menjatuhkan hatiku padamu.
 Aku manusia yang sama, selalu merindukanmu diam-diam. Manusia yang terlihat sangat kuat mencari alasan untuk menghindar jika Kau katakan ingin bertemu, meskipun kenyataannya Aku sangat menginginkannya. Kau manusia yang sama mendebarkan jantung ini tiba-tiba saat dihadapanmu, dan Kau manusia satu-satunya yang membuat mataku tak bisa melihat lurus, Kau yang membuat mulutku bisu tanpa sebab dan Kau manusia satu-satunya yang bisa membuat wajahku hanya bisa merespon satu arah saat dihadapanmu (menunduk tak menatap). Yah,, Kau manusia satu-satunya yang bisa merusak seluruh panca indraku saat didekatmu. Yang harus Kau tau, mungkin saat ini Kau menganggapku manusia paling menyebalkan yang mempermainkan hatimu, terlalu sering pergi darimu, seperti tak perduli dengnmu, seperti tak ada hati denganmu, selalu berubah-ubah sikapku terhadapmu, kali ini Aku tak akan menghubungimu dan Aku yakin dengan kerasnya egomu Kau tak akan juga menghubungiku karena Aku tau Kamu. Kau juga berhak tau bahwa itu adalah trikku untuk membuat Kau tak nyaman denganku dan membuatmu membenciku, dengan begitu Aku tak susah payah menghancurkan hatiku untuk menjauhimu. Perlahan Kau yang akan pergi dariku, tinggallah Aku disini merasakan tarikan nafas yang mulai berkurang seiring Kau mulai menjauh.
Mengenalmu Aku tak pernah menyesal, meskipun pada akhirnya Aku yang berulang kali tergagalkan. Sudah lama Aku menjatuhkan hati padamu, namun Aku lebih suka berdiam-diam. Aku sangat suka mendengar suaramu, itu sudah sangat cukup tanpa harus menarik Kau dalam hidupku sebagai milikku. Tapi maafkan Aku, Aku sudah berulang kali mencoba kuat. Kali ini Aku benar sangat tak kuat bahwa hatimu bukan Aku, melihatmu dengan makhluk lain meskipun sekedar gambar yang berusaha pernah Kau jelaskan bukan apa-apa. Bukankah Aku juga bukan apa-apa bagimu. Aku suka berdiam-diam, dan kali ini juga akan diam bahwa Aku sangat terluka bahwa Aku akan diam-diam jauh dari apapun tentangmu. Bahwa Aku terlalu menjatuhkan hati padamu, bahwa kenyataan yang benar Aku tak kuat CEMBURU.

Kamis, 29 Maret 2018

Pesan Tulisan Untuk Kamu


Bagaimana mungkin, merindukanmu sesulit ini. Bertahun-tahun Aku tak pernah bisa memahami maksut hatimu. Bukan, bukan Aku tak bisa memahami hatimu. Aku sudah lama mengerti Kamu dan mungkin Kau juga sangat mengerti aku. Tapi entah bagaimana ini semua menjadi sesulit ini, tulisanku tempo hari membuat Aku bertahan bahwa mengagumimu hanya cukup sebatas ilusiku.
Kamu hadir lagi, Aku bahagia. Kamu datang Aku merasa hidup lagi, setelah kepergianmu Aku merasa mati berbulan-bulan bahkan pernah mencapai setahun. Aku tak pernah mengerti kenapa Kamu sebegitu berperannya dihidupku. Jika Aku ingat-ingat pertama kali bertemu Kamu waktu itu Aku tak pernah menduga akan sesulit ini keluar dari hidupmu. Aku tak tau apa yang istimewa darimu, yang Aku tau Aku merasa ingin hidup lebih lama, Aku ingin berlama-lama terjaga dimalam hari, Aku ingin berlama-lama mendengar apa yang Kau ingin perdengarkan, bahkan Aku ingin setiap saat merasa dekat. Aku tidak peduli jika itu hanya sebatas ilusi yang tak pernah terjadi tatapan.
Lewat tulisan ini Aku hanya bisa menyampaikan ilusi-ilusi yang Aku ciptakan karenamu. Aku tak pernah ingin tau bagaimana hatimu tentangku, seperti ini sudah cukup. Merasa kau ada, sudah cukup membuatku bernafas.
Tak pernah terlintas bagaimana menyampaikan pesan rindu ini padamu, Aku masih bisa merindu itu sudah sangat membahagiakan. Berkali-kali Kau pergi, dan berkali-kali keadaan meyakinkanku Kau pasti kembali. Yang tak pernah kumengerti, kenapa sesulit itu mengatakan Aku rindu kamu, mungkin mendengar suaramu sudah cukup menenangkan. Entah kenapa bertengkar denganmu aku merasa itu biasa, jika tak bertengkar Aku merasa itu bukan kamu. Aku suka saat kita berdiam-diam, Aku suka dengan itu semua.
Aku kuat, bahkan baja sekalipun tak pantas bersanding melawan kerasnya hatiku. Satu hal yang membuatku tak sekuat baja, aku tak bisa melihat kamu dengan manusia lain. Aku bisa pergi sejauh mungkin tanpa mengatakan apapun, maka jangan mengatakan tentang siapapun dihadapanku karena itu sangat cukup melukai hatiku.
Pengakuanku, Aku sangat menyayangimu dan mungkin itu tanpa Kau tau. Kamu masih menjadi orang yang sama yang selalu kurindukan sampai saat ini. Kamu masih jadi satu-satunya manusia yang bisa mengobrak-abrik jantung ini tak karuan. Kamu satu-satunya sosok yang bisa membuatku pergi bekali-kali lalu kembali menuju Kamu dengan pasti. Kamu masih menjadi orang yang membuat Aku tak mampu jujur bahwa sebenarnya Aku rindu kamu. Kamu satu-satunya yang bisa membuatku tak pernah bisa bosan mendengarkan suaramu. Dan Kamu adalah manusia ternyamanku.

Rabu, 07 Februari 2018

"Pesan Singkat & Pertemuan"

Rindu, dan Bukan Lagi Milikku

Seandainya melupakanmu semudah itu, mungkin sudah dari dulu Aku bahagia. Entah berapa hati yang Ku tolak, padahal mereka datang dengan cinta yang baik. Tetap saja adiksiku masih saja Kamu, tetap kentara dan masih sangat sempurna.
Coba Kau lihat sejenak, ada sepotong hati yang kini beku sejak Kau tinggalkan tiga tahun yang lalu. Seandainya Kau tau jika hati itu kini telah menolak ribuan hati, yah itu semua karenamu yang sulit untuk dilupakan.
Kini Kau punya Dia, tapi kenapa Kau masih saja menginginkan Aku. Teman katamu, apakah Kau waras menginginkan kita menjadi teman setelah Kau sebelumnya sempat menjadi kekasihku. Mungkin Kau bisa menganggapku sebatas teman, tapi bagaimana denganku? Tidak, Aku tidak bisa.
Pernahkah Kau tau, saat ini aku merindukanmu. Kekasih milik laki-laki lain, itu yang membuatku mundur jauh kebelakang hingga tak terlihat lagi.  Saat pesanmu muncul, Aku berpura-pura menjadi lain untuk sekedar memahamimu. Pada dasarnya Aku menyimpan rindu yang berusaha kusimpan disetiap obrolan singkat yang sesekali muncul, meskipun itu hanya satu atau dua kata bahkan bisa jadi sebuah pesan yang tak pantas disebut percakapan.

Pesan Yang Selalu Sama

Sore itu, Aku tak menyangka jika lagi-lagi Kau menginginkan pertemuan denganku. Pesan yang selalu sama Kau kirim membuat hatiku memberontak agar segera meng-Iyakannya. Tapi Kau harus paham, jika sore itu tekatku lebih kuat untuk bisa lepas darimu.
Seperti biasa sore itu Aku keluar ke sebuah caffe, notebook berukuran 10 inci selalu menemaniku dia selalu setia mencatat seluruh keluhan apa saja yang ada dihati. Satu gelas kopi panas ekstra susu yang selalu ku pesan menambah daya imajinasiku untuk menyalurkan hobi menulisku.
Aku duduk dengan tangan bermain dikeyboard notebookku, menuangkan bait demi bait kalimat pelepas kenangan, tanganku mengambil ponsel yang ada disaku celanaku membuka pesan dari gadis masa lalu yang Dia  kirimkan beberapa saat yang lalu. Ku hela nafas sepanjang mungkin dan mengeluarkan dengan perlahan, dan kembali memasukkan ponselkku kedalam saku. Mataku kembali menatap layar notebook, pikirankku menerawang jauh hingga mencapai kenangan dimasa lalu.
“Jika Aku bisa memilikimu lagi, mungkin Aku manusia yang paling bahagia sekarang”. Gumamku dengan kesedihan mendalam.
Sekali lagi tanganku mengambil ponsel yang ada disaku celana, dan membuka pesan yang selalu ku lihat berkali-kali sejak tadi. Ku hapus pesan itu dengan berat hati agar ku tak semakin terlukai dengan pesan yang selalu sama itu.
“Hei, Bara lo disini juga” Sapa Jodi padaku.
“Eh, Jodi. Iya Di biasalah.” Jawabku menyambutnya.
“Gue duduk di sini ya? Gak papakan?”.
“Ya gak papalah, malah seneng gue ada temennya” Jawabku.
“Tulisan yang lo posting bulan lalu keren Bar, Gue sampek terbawa suasana bacannya” Ungkap Jodi menanggapi tulisan yang ku posting di blog pribadiku bulan lalu.
“Makasih Di lo udah mau baca” Jawabku dengan tersenyum
“Kenapa gak lo kirim aja kepenerbit, majalah, atau kemana kek. Gue yakin pasti diterima” Saran Jodi padaku.
“Ah, buat apa, Gue nulis beginian Cuma untuk menyalurkan hobi aja kok Di. Gue lihat banyak yang suka aja udah seneng” Jawabku.
“Tapi kan sayang Bar, oh iya ngomong-ngomong ini kisah nyata yang lo tulis Bar?” Tiba-tiba Jodi bertanya tentang tulisanku.
“(Aku hanya tersenyum)”.
“Miris amat Bar hidup lo” Jawab Jodi melihatku dengan wajah ibah.
“Ah, biasa aja Di”  Jawabku dengan tertawa.
Mereka tertawa berbarengan, senda gurau sore itu sejenak dapat melupakan kesedihan yang dirasakan.
“Bar, aku pergi duluan ya? Aku ada janji dengan pacarku” Jodi pamit untuk pergi.
“Iya Di”.
“Good luck, buat tulisanmu. Semoga menemukan pengganti” Ejek Jodi padaku dan aku hanya tertawa melihatnya.
Suasanapun semakin sepi, ku lihat waktupun semakin menuju malam. Aku segera mematikan notebookku dan memasukkannya kedalam tas, aku segera pulang.


Nada Dering Pesan Itu Aku Benci

Hampir setiap menitnya kita selalu meluangkan waktu untuk saling memberi kabar. Kau selalu cemas jika Aku tak memberi kabar meskipun itu hanya setengah hari, Aku juga sama. Kabar darimu saat itu sudah menjadi kebutuhan hidupku, jika tidak Aku merasa ada yang kurang dan Aku merasa ingin mati. Kira-kira seperti itulah.
Aku ingat betul, nada pesan singkatku waktu itu. Nadanya sangat singkat dan sederhana, tapi nada itu sudah ku anggap sangat penting. Bertahun-tahun nada itu ku dengar, bertahun-tahun aku merasa selalu bersamamu. Nada itu ku anggap isyarat bahwa Kau ada, bahwa pesan rindumu telah sampai kepadaku. Aku sangat bahagia jika nada itu berdering, Aku merasa kau hadir, Kau ada didekatku, Aku merasa Kau milikku sepenuhnya.
Kini semua telah berbanding terbalik, nada-nada itu telah lenyap. Bahkan Aku tak ingin mendengarnya lagi. Aku selalu marah jika ada ponsel lain yang menggunakan nada itu dan terdengar ditelingaku, Aku benci nada itu. Saat ini aku egois. Aku tak ingin mengingatmu yang tak bisa ku miliki, bahwa sebenarnya Aku sangat merindukanmu. Aku ingin bersamamu lagi, Aku ingin dan sangat ingin. Tapi bagaimana dengan Dia?  Itu yang kini menjadi alasanku tak lagi memperjuangkanmu.


Pertemuan Pertama Setelah Sekian Lama

Sekitar pukul 9:45 kira-kira saat itu, Aku mengendarai sepeda motorku dengan perlahan. Aku rasa saat itu Aku tidak akan terlambat masih ada waktu 20 menit lagi jam kuliah dimulai. Saat Aku akan segera sampai tiba-tiba Aku berpaspasan dengan seseorang yang Aku rasa Aku sangat mengenalnya. Yah, Aku memang mengenalnya. Dia Gadis itu, Aku terkejut sangat-sangat terkejut. Jantungku berdetak kencang, Dia tersenyum melihatku. Saat itu aku tak tau harus bagaimana, apakah Aku harus membalas senyumannya atau tidak. Akan tetapi kejadian itu sangat singkat, kami sama-sama sedang mengendarai sepeda motor dan saling melewati dengan arah yang saling bertolak belakang.
Aku segera parkirkan sepeda motorku, setelah kulangkahkan kakiku beberapa jengkal meninggalkan parkiran ponselku bergetar, segera ku ambil ponselku yang ada disaku celanaku dan segera ku baca.
“Selesai kuliah Aku tunggu kamu di aula kampus”. Tiba-tiba Gadis itu mengirim pesan singkat padaku.
Aku tak membalasnya, tapi mataku tak henti melihat pesan singkat yang dikirim Gadis itu. Ku baca bekali-kali berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa pesan itu nyata. Aku segera masuk kedalam gedung kampus menuju ruang kelasku. Sepanjang mata kuliah berlangsung aku merenungi pesan singkat dari Gadis itu hingga mata kuliah selesai, aku terkejut teman sebelahku menepuk pundakku bermaksut memberi tahu bahwa kuliah telah selesai. Aku segera menuju parkiran mengambil sepeda motorku dan menuju aula, ku lihat seorang gadis duduk sendirian di pinggir mimbar aula yang sangat luas. Ku langkahkan kakiku memberanikan diri untuk menghampiri.
”Uuu..uudah lama di sini?” Tanyaku gugup.
“Lumayan” Jawab Gadis itu singkat.
“Ada apa Kamu suruh aku ke sini?” Tanyaku.
“Gak ada apa-apa” Jawab gadis itu membuat aku bingung dengan jawabannya atas pertanyaanku.
“Terus?” Tanyaku.
“Kenapa? Aku gak boleh ketemu kamu” Jawab gadis itu.
Yaa Tuhannnn, jantungku berdetak sangat kencang. Aku tak bisa menjawab apapun atas pertanyaannya. Aku ingin, bahkan berharap bahwa moment ini tak segera berlalu. Aku ingin berlama-lama bersamanya meskipun tak saling bicara, tak apa. Hampir 15 menit kami saling diam menghabiskan waktu di aula terbuka dengan hembusan angin sore itu dan kebetulan keberadaan aula yang bersebelahan dengan danau buatan yang dikelilingi pepohonan.
Lagi-lagi suara ponsel berdering, dan itu suara nada pesan. Kali ini itu bukan nada ponselku.  Saat Gadis itu membuka pesan mataku tak sengaja membacanya kebetulan Aku duduk bersebelahan dengannya, disitu tertulis; “Kamu dimana sayang?” From: boyfriend.
”Aku duluan ya, gak papakan kamu Aku tinggal?” Pamitku langsung pergi tanpa persetujuan dari Gadis itu.
“ Tunggu” Ucap Gadis itu.
Aku menoleh.
“Kamu kenapa?” Ucap Gadis itu lagi.
“ Eng..gak aku gak papa”.
“kamu marah?” Tanya gadis itu.
“Siapa yang marah? Aku gak marah”.
“Aku tau, kamu marah gara-gara ini kan?” Ucap gadis itu sambil menunjukkan isi pesan yang yang diterimanya tadi dihadapanku.
“Enggak, buat apa Aku marah? Jawabku mengelak,
“ Kamu gak marah, tapi kamu cemburukan?” Tegasnya.
Aku diam saja dan pergi meninggalkan gadis itu.
Jika rasa cemburu itu wajar dalam suatu hubungan, lantas apa hakku merasa cemburu dengannya yang diantara Aku dan Dia tak memiliki hubungan apapun. Itu yang membuatku tak perlu menjelaskan apapun padanya. Yang ku tau dia punya manusia lain dan Aku bukan siap-siapa dan bukan apa-apa buatnya.


Aku Tau Kamu Online

Terkadang status dalam sosial media adalah gambaran tentang keadaan yang sedang dirasakan setiap orang. Kadang kala atau bisa jadi mereka ingin seseorang peka dengan status yang mereka buat tanpa harus mereka katakan secara langsung. Itu yang sedang Aku rasakan kini, hari ini Aku membuat status sebanyak mungkin agar Kau peka apa maksutku. Aku berharap kau mengerti keadaanku saat ini. Tapi tetap saja Kau berpura-pura tak melihatnya, bahkan Kau malah mengabaikannya. Aku tau kau sedang online, sistem itu tak mungkin memanipulasi. Kau kejam, kau pandai berpura-pura terlihat seperti sudah tak lagi memperdulikanku. Apa memang kau benar-benar sudah tidak peduli? Hanya dengan status itu Aku berani bicara padamu, sungguh itu benar isi hatiku yang sesungguhnya.
Aku sangat bahagia saat kau merespon statusku meski itu satu dari ratusan status yang ku buat, aku merasa itu sudah cukup. Tapi satu yang membuat Aku sangat patah, Kau mengatakan hal yang menghancurkan hati ini Kau bilang Aku hanya mencari perhatian saja. Kau sering kali mematahkan harapanku, mengatakan sebait kata-kata yang tak pernah mau kubaca. Ketahuilah bahwa sepotong ucapanmu selalu memiliki 2 kesan buatku, kesan yang membahagiakan untukku dan bisa jadi malah melukaiku.
Tanganku sering kali hampir tak terkendali ingin membalas status yang Kau buat, Aku tau saat itu Kau sedang bersedih. Aku ingin menguatkanmu seperti dulu, yang selalu mengatakan “Kamu kenapa? Coba cerita sama Aku” dan Kamu selalu menceritakan segala yang kamu rasakan. Begitulah dulu kita saling melengkapi. Tapi saat ini Aku hanya bisa melihat Kamu dari dunia yang tak nyata, berdoa agar kau selalu kuat dan bahagia dalam kehidupanmu bersama Dia. Kini aku hanya bisa memastikan keadaanmu lewat sosial media dimana hanya dengan itu kita bisa memastikan kabar masing-masing, disitu pula Aku merasa Kau ada Kau berada didekatku. Yang harus Kau tau, Aku tak pernah mengirim chat padamu bukan berarti aku tak perduli denganmu hanya saja Aku sedang menyadarkan diri bahwa Aku tak lagi siap-siapamu. Aku selalu memastikan kabarmu dari sosial media yang menjadi satu-satunya tempat Aku bisa melihatmu baik-baik saja.

Hujan Sore Itu

Sore itu gedung kampusku begitu padatnya, semua sibuk mengejar UAS. begitu juga denganku, sore itu hari terakhir UAS. pukul 17:30 semua UAS ku selesai, Aku duduk bersama teman-temanku di lobi kampus menikmati sore itu sambil menunggu hujan redah. Terjebak hujan.
“ Nanti pulang bareng ya. Bisa?” Tiba-tiba1 pesan masuk diponselku.
“Bisa” Dengan spontan aku membalasanya.
“Jam berapa keluar kampus?” Tanya gadis itu.
“Ini udah keluar” Jawabku.
“Yaudah pulang yok!” Ajaknya
“ Tapi ini masih hujan” Balasku.
“Gak papa, kalau nunggu hujan entar kemalaman” Jawabnya.
“Nanti kamu sakit?”.
“Enggak, sekali-kalikan gak papa kita hujan-hujannan”.
Aku pun segera menerjang hujan untuk menjemputnya, seolah-olah Aku tidak sabar bertemu dengannya. Kenyataannya, jantung ini berdebar tidak karuan. Gugup setengah mati yang kurasa saat ingin menemuinya. Tapi ku tepis itu semua demi dirinya.
“Ki..kita pulang sekarang” Aku bertanya sekali lagi saat Aku sampai ditempatnya.
“Jadi?”.
“Kamu gak papa kehujanan” Jawabku.
“Enggak, Aku kuat kok. Kamu selalu nyepelein Aku dari dulu” Jawabnya.
“Tapi...”.
“Udah ayokkk!’ Jawabnya langsung naik kesepeda motorku.
Tanpa buang-buang waktu Aku langsung melajukan sepeda motorku. Hujan semakin deras, Aku membawa sepeda motorku dengan perlahan. Berkali-kali aku bertanya apakah Dia baik-baik saja dan Dia selalu bilang baik. Sore itu Aku sangat bahagia bisa bersamanya, meskipun tak banyak kalimat yang kami keluarkan tapi aku merasa sore itu sangat istimewa. Aku berharap waktu tak segera berlalu dan hujan tak segera redah. Meskipun begitu Aku tetap merasa cemas, Aku takut dia jatuh sakit. Tapi semua sudah terlanjur basah berteduhpun tak berguna lagi. Aku tau dia kuat, dia tak akan kenapa-kenapa.
Entah kenapa setiap bersama, kami lebih banyak diam. Aku tak mengerti, entah itu diantara kami memang tak ada yang berani memulai pembicaraan atau mungkin diantara kami tak ada yang perlu dibahas lagi. Entah seberapa besar dosaku sore itu, Aku bersama kekasih orang lain. Tapi Aku tak ingin membohongi hati bahwa Aku masih mengharapkannya.

      Pertemuan Selanjutnya...

Aku terkejut saat tiba-tiba sore itu pesannya masuk diponselku, ntah yang keberapa kali Dia mengajakku bertemu dan Aku selalu saja punya alasan untuk menolaknya perlahan. Dan ntah kenapa juga sore itu tiba-tiba Aku spontan mengiyakannya, setelah bernegosiasi masalah tempat dan lainnya akhirnya kami memutuskan malam harinya bertemu. Sepanjang jalan kami mengobrol seperti tak terjadi apa-apa, mungkin karena saat itu posisiku sedang membocengnya sehingga wajah kami tidak berhadapan. Aku tak mengerti kenapa Aku selalu gugup jika melihatnya, seolah-olah Aku tak berdaya saat melihat wajahnya. Akhirnya obrolan itu berakhir saat sepeda motorku berhenti disebuah cafe tempat tujuan kami akan menghabiskan waktu malam itu.
Dia memilih tempat dan memesankan makanan, kami mulai duduk. Saat itulah Aku mulai merasakan hal yang tak pernah Aku inginkan, Aku benci saat Aku berhadapan dengannya jantungku seakan tak mau tenang. Mataku tak berani menatap meskipun sekejab, Kau tau ini alasanku tak berani berlama-lama didekatmu, jantungku selalu bermasalah didekatmu dia seakan tak mau tenang berdetak didalam dada.
Aku hanya bisa diam tak menatap tapi aku berfikir Aku tak boleh terus begitu, Aku memberanikan diri memulai sebuah obrolan. Gugup memang, tapi ku coba terus dan akhirnya perlahan obrolan mulai lancar tapi tetap saja mata ini tak bergerak melihat.
”Cukup susah untuk sekedar bertemu “. Ucapnya memulai obrolan.
Saat itu aku bingung harus berkata apa, Aku tak punya jawaban apapun. Apa yang diucapnya semua benar.
“Sekarangkan sudah ketemu”. Jawabku.
“Ia memang, tapi butuh proses yang panjang”. Jawabnya.
Lagi-lagi yang ku lakukan hanya diam. Ntah kenapa berbicara dihadapannya sangat sulit, apalagi menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhananya yang bagiku itu adalah pertanyaan tersulit yang pernah kuterima. Dia terus saja memulai pembicaraan seolah Dia mengerti apa yang Aku rasa saat itu, dan benar lama-lama Aku terbiasa sedikit demi sedikit jantungku mulai normal berdetak. Kami terus saja mengobrol, entah berbagai tema apa yang sudah kami bahas dan tetap saja mata ini tak berani melihatnya. Malampun semakin larut rasa nyaman mulai timbul tapi seakan waktu mengganggu dengan putaran waktu yang seolah-olah disengajanya untuk menyudahi obrolan saat itu. Dengan berat hati kami harus pulang, meskipun Aku sangat ingin berlama-lama saat itu. Sepanjang jalan pulang Aku masih tidak percaya tentang apa yang terjadi hari ini, aku merasa ini hanya mimpi.
Apa ini? Bertahun-tahun Aku berusaha agar Aku bisa terlepas dari fikiran tentang Dia. Bertahun-tahun Aku membuat jarak sejauh mungkin untuk terbebas dari fikiran tentang Dia. Tapi malam ini semua hancur, apa yang terjadi denganku? Sekejab saja luntur semua ambisiku. Ini salah, iya ini salah.

Aku Rasa ini Sudah Cukup

Aku rasa ini sudah cukup, Aku tak bisa terus dekat dengannya. Aku sadar ini salah, Dia punya orang lain. Ada apa denganku?
Aku mengerti dialah orang yang sama sejak awal, Aku tak berani mengungkapkan semuannya. Ini semua sudah berakhir sejak lama, tak boleh terulang.
“Bar, ada kabar baik ni” Tiba-tiba Jodi menghampiriku yang sedang duduk di luar ruang Dekan.
“Kabar apa Di?” Jawabku.
“Ni surat dari akademik” Tiba-tiba Jodi memberi sebuah surat padaku.
Aku membukannya.
“Ini beneran DI?” Tanyaku tidak percaya saat melihat isi surat yang berisi pemberitahuan wisuda di bulan depan.
“Ya benerlah”.
“Alhamdulillah” Aku bersyukur.
Siang itu tak bisa ku gambarkan betapa bahagianya Aku, seaakan 4 tahun yang kulewati terbayar sudah. Hari itu Aku berfikir mungkin inilah saatnya Aku terbebas sepenuhnya dari Gadis itu, Aku sengaja tak memberitahunya karena Aku rasa itu tidak perlu. Aku ingin pergi jauh, dan membiarkan Dia bahagia bersama orang itu yang kini menjadi pasangannya.
Berat memang, tapi Aku tak kalah kuat. Hingga selesai wisudahku Aku sengaja tak memposting foto apapun di media sosialku. Aku sengaja agar seperti tak terjadi apa-apa, kenyataannya ini bukan hal yang mudah saat Aku sedang berproses untuk melupakannya pesan-pesan singkatnya terus saja menghujani ponselku bahkan sesekali Dia menelfonku. Butuh kekuatan batin yang luar biasa untukku mengabaikan semua pesannnya.

Dan akhirnya, Aku ditawari bekerja ditempat yang jauh darinya. Tanpa berfikir panjang langsung menerimanya. Aku berharap aku segera bisa melupakannya, ini memang tak mudah untukku. Biarlah pertemuan-pertemuan sebelumnya ku jadikan sebagai kenangan indah yang pernah terjadi diantara kita. Saat ini giliran Tuhan yang menentukan takdir apa yang akan terjadi pada kita.

Minggu, 04 Februari 2018

"SAJAK SEDERHANA"

Aku tau saat hubungan itu tak pantas diperjuangkan, aku memilih mundur
Aku tau saat cinta itu salah, meskipun kenyataannya tak pernah ada cinta yang salah

Aku pernah menyakitimu dengan pintu-pintu hati yang kututup tiba-tiba
Dan saat itu aku tak pernah memahami bahwa kau begitu terluka

Lantas, benarkah aku mempertahankan bahwa aku tak pernah salah?
Bukankah manusia dilahirkan bersama dengan keegoisan?

Bertanya, apa yang harus ku tanyakan?
Tentang penyesalan?
Kurasa itu tidak perlu.

Kamis, 04 Januari 2018

'21' (Dua Puluh Satu)

‘21’
(Dua Puluh Satu


Sebelum dua awalnya pasti ada satu, sebelum dia datang dulunya ada aku.  Dua, adalah sepasang, Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Akan tetapi sebelum Tuhan memasangkan ciptaannya, mereka adalah satu atau tunggal. Karena manusia di takdirkan takut sendirian, maka mereka cenderung mencari pasangan agar mereka bisa berbagi, baik rasa bahagia maupun kesedihan. Dengan berpasangan mereka bisa merasa sempurna, meskipun kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Ini cerita antara dua dengan satu, bukan tentang angka-angka matematika bukan juga tentang dia yang dulu. Ini tentang aku, hari ini genap usiaku 21, gabungan antara dua dengan satu. Banyak doa yang dipanjatkan buatku, terutama orang tuaku. Ibu, terimah kasih sudah melahirkanku, hingga aku bermetamorfosis sesempurna ini dan sekali lagi kesempurnaan hanya milik Tuhan. Sudah banyak perjalanan yang aku tempuh, mereka bilang seusiaku ini sudah pantas memiliki pasangan. Tapi bagiku memiliki pasangan tak dibatasi oleh usia, mereka bilang seusiaku ini tak pantas bermanja-manja dengan ibu lagi. Mereka tau apa, bukankah ibu adalah tempat berteduh tentang keluh apapun, tiada batasan untukku bermanja-manja dengannya.
Dua puluh satu, mengingatkanku saat usiaku masih satu tahun. Ibuku bilang saat itu aku anak yang tangguh, pantang menyerah. Saat aku mulai belajar berjalan aku terjatuh dan lututku berdarah, saat itu aku tak menangis, meskipun saat itu ibuku takut setengah mati aku kenapa-kenapa. Lantas Ayahku berkata, “berdirilah nak berjalan terus! Lama-lama kau akan kuat”. Yah, kata-kata itu mujarab meskipun terlihat sedikit keras tapi saat usiaku dua tahun aku berjalan dengan lancarnya bahkan aku bisa berlari kencang. Tapi kenapa saat ini aku tak sekuat dulu, aku malu dengan usiaku sekarang. Jangankan untuk terluka, terjatuhpun aku tak sanggup. Saat ini air mataku bagaikan sungai yang selalu mengalir dengan derasnya.
Dua puluh satu tahun, aku bahagia dilahirkan di bulan Januari. Karena aku tau Januari adalah awalan dari nama dua belas bulan yang ada sekaligus awal dari sebuah tahun, biasanya sebuah awalan itu penentu dari sebuah pilihan apa yang ingin kita jalani, awalan yang kita mulai dan akan kita tua di akhir nanti. Katanya jika kita melakukan hal baik kita akan menuai hal baik juga di akhir nanti, begitu juga sebaliknnya.

Dua puluh satu, terimah kasih buat Tuhan. Terimah kasih buat orang tuaku tercinta. Terimah kasih buat orang-orang tersayang dan terimah kasih buat manusia yang hadir lalu pergi lagi. Doakan aku menjadi manusia lebih baik, agar aku bisa sekuat dulu. Buat manusia-manusia yang akan hadir ditahun 2018 di hidupku, aku menyambutmu.